Tulang ikan lele dumbo (Clarias barrachus) yang selama ini hanya  sekadar menjadi limbah ternyata bisa diolah menjadi kerupuk yang  mengandung kalsium tinggi. Kerupuk tulang lele dumbo memiliki kandungan  kalsium tertinggi, yakni mencapai 7.999 miligram dalam 100 gram kerupuk  dibanding kerupuk lainnya, seperti kerupuk aci, kerupuk udang, dan  kerupuk ikan tenggiri.
Kerupuk aci tidak mengandung kalsium, sedangkan kerupuk udang dan  kerupuk ikan tenggiri masing-masing mengandung 332 mg dan 2 mg kalsium  per 100 gram kerupuk.
Ini adalah hasil penelitian Oktaviana Rahmawati dan Pratama Rachmat,  siswa SMA Muhammadiyah 1 Solo yang memenangkan juara III Bidang IPS dan  Humaniora pada Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia yang digelar 9-14  Oktober lalu di Kementerian Pendidikan Nasional.
“Saya gemar makan ikan lele dan saya lihat tulang lele menumpuk  dibuang begitu saja. Lalu tercetus ide untuk memanfaatkannya menjadi  kerupuk,” kata Pratama.
Selain kalsium, tulang ikan lele dumbo yang diolah menjadi kerupuk  juga mengandung fosfor, yakni 129,1 mg per 100 gram kerupuk serta  mengandung kalori, protein, lemak, dan karbohidrat.
Tulang lele dumbo diolah dulu menjadi tepung sebelum dibuat menjadi  kerupuk dengan tambahan tepung tapioka, tepung terigu, dan bumbu-bumbu  dengan komposisi tertentu. “Kami uji coba berkali-kali setelah  sebelumnya bertanya kepada perajin kerupuk, mencari di internet, dan  mendapat bimbingan dari guru Kelompok Ilmiah Remaja di sekolah,” kata  Oktaviana.
Pemilihan lele dumbo karena yang paling banyak digunakan saat ini di  warung makan dan pemancingaan sehingga mudah diperoleh dan harganya  lebih murah dibanding lele lokal.
Selain mengandung kalsium tinggi,  kerupuk tulang lele dumbo juga memiliki prospek tinggi untuk wirausaha.  Dengan modal Rp 66.600 dapat diperoleh 1.022 kerupuk berukuran diameter 5  cm. Jika dikemas menjadi 102 bungkus dengan harga jual Rp 2.000/bungkus  akan memberi keuntungan bersih Rp 137 .400.
Saat ini, menurut pembimbing KIR SMA Muhammadiyah 1 Solo, Sri  Darwati, pihaknya berencana mendaftarkan paten atas temuan ini.
Temuan  siswa sekolah ini tahun 2002, yakni simplisia biji pepaya untuk obat  cacing yang menang lomba tingkat nasional terlambat dipatenkan, sehingga  digunakan oleh sebuah pabrik jamu tanpa izin.

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar