Induk ikan lele SANGKURIANG yang akan digunakan dalam kegiatan proses produksi harus tidak berasal dari satu keturunan dan memiliki karakteristik kualitatif dan kuantitatif yang baik berdasarkan pada morfologi, fekunditas, daya tetas telur, pertumbuhan dan sintasannya. Karakteristik tersebut dapat diperoleh ketika dilakukan kegiatan produksi induk dengan proses seleksi yang ketat.
Persyaratan reproduksi induk betina ikan lele SANGKURIANG antara lain: umur minimal dipijahkan 1 tahun, berat 0,70 – 1,0 kg dan panjang standar 25 – 30 cm. Sedangkan induk jantan antara lain: umur 1 tahun, berat 0,5 – 0,75 kg dan panjang standar 30 – 35 cm.
Induk betina yang siap dipijahkan adalah induk yang sudah matang gonad. Secara fisik, hal ini ditandai dengan perut yang membesar dan lembek. Secara praktis hal ini dapat diamati dengan cara meletakkan induk pada lantai yang rata dan dengan perabaan pada bagian perut. Sedangkan induk jantan ditandai dengan warna alat kelamin yang berwarna kemerahan.
Jumlah induk jantan dan induk betina tergantung pada rencana produksi dan sistem pemijahan yang digunakan. Pada sistem pemijahan buatan diperlukan banyak jantan sedangkan pada pemijahan alami dan semi alami jumlah jantan dan betina dapat berimbang. Induk lele SANGKURIANG sebaiknya dipelihara secara terpisah dalam kolam tanah atau bak tembok dengan padat tabr 5 ekor/m2 dapat dengan air mengalir ataupun air diam. Pakan yang diberikan berupa pakan komersial dengan kandungan protein diatas 25% dengan jumlah pakan sebanyak 2 – 3 % dari bobot biomasa dan frekuensi pemberian 3 kali per hari.
III.2. Pemijahan dan Pemeliharaan Larva
Pemijahan ikan lele SANGKURIANG dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: pemijahan alami (natural spawning), pemijahan semi alami (induced spawning) dan pemijahan buatan (induced/artificial breeding). Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih induk jantan dan betina yang benar-benar matang gonad kemudian dipijahkan secara alami di bak/wadah pemijahan dengan pemberian kakaban. Pemijahan semi alami dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara alami. Pemijahan buatan dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara buatan.
Pemijahan alami dan semi alami menggunakan induk betina dan jantan dengan perbandingan 1 : 1 baik jumlah ataupun berat. Bila induk betina atau jantan lebih berat dibanding lawannya, dapat digunakan perbandingan jumlah 1 : 2 yang dilakukan secara bertahap. Misalnya, induk betina berat 2 kg/ekor dapat dipasangkan dengan 2 ekor induk jantan berat 1 kg/ekor. Pada saat pemijahan, dipasangkan induk betina dan jantan masing-masing 1 ekor. Setelah sekitar setengah telur keluar atau induk jantan sudah kelelahan, dilakukan penggantian induk jantan dengan induk yang baru. Wadah pemijahan dapat berupa bak plastik atau tembok dengan ukuran 2 x 1 m dengan ketinggian air 15 – 25 cm. Kakaban untuk meletakkan telur disimpan di dasar kolam.
Pemijahan buatan menggunakan induk betina dan jantan dengan perbandingan berat 3 : 0,7 (telur dari 3 kg induk betina dapat dibuahi dengan sperma dari jantan berat 0,7 kg).
Pemijahan semi alami dan buatan dilakukan dengan melakukan penyuntikan terhadap induk betina menggunakan ekstrak pituitari/hipofisa atau hormon perangsang (misalnya ovaprim, ovatide, LHRH atau yang lainnya). Ekstrak hipofisa dapat berasal dari ikan lele atau ikan mas sebagai donor. Penyuntikan dengan ekstrak hipofisa dilakukan dengan dosis 1 kg donor/kg induk (bila menggunakan donor ikan lele) atau 2 kg donor/kg induk (bila menggunakan donor ikan mas). Penyuntikan menggunakan ovaprim atau ovatide dilakukan dengan dosis 0,2 ml/kg induk.
Penyuntikan dilakukan satu kali secara intra muscular yaitu pada bagian punggung ikan. Rentang waktu antara penyuntikan dengan ovulasi telur 10 – 14 jam tergantung pada suhu inkubasi induk.
Prosedur pemijahan buatan meliputi:
Pemeriksaan ovulasi telur pada induk betina,
Pengambilan kantung sperma pada ikan jantan,
Pengenceran sperma pada larutan fisiologis (NaCl 0,9%) dengan perbandingan 1 : 50 – 100,
Pengurutan induk betina untuk mengeluarkan telur,
Pencampuran telur dan sperma secara merata untuk meningkatkan pembuahan (fertilisasi),
Penebaran telur yang sudah terbuahi secara merata pada hapa penetasan.
Penetasan telur sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir untuk menjamin ketersediaan oksigen terlarut dan penggantian air yang kotor akibat pembusukan telur yang tidak terbuahi. Peningkatan kandungan oksigen terlarut dapat pula diupayakan dengan pemberian aerasi.
Telur lele SANGKURIANG menetas 30 – 36 jam setelah pembuahan pada suhu 22 – 25 oC. Larva lele yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa kantung telur (yolksack) yang akan diserap sebagai sumber makanan bagi larva sehingga tidak perlu diberi pakan. Penetasan telur dan penyerapan yolksack akan lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Pemeliharaan larva dilakukan dalam hapa penetasan. Pakan dapat mulai diberikan setelah larva umur 4 – 5 hari atau ketika larva sudah dapat berenang dan berwarna hitam.
III.3. Pendederan I dan Pendederan II
Benih ikan lele dapat dipelihara dalam bak plastik, bak tembok atau kolam pendederan. Pakan yang diberikan berupa cacing Tubifex, Daphnia, Moina atau pakan buatan dengan dosis 10 – 15% bobot biomass.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar