Saya mengenal ikan ini dan mengkonsumsi ikan yang punya nama keren Clarias batrachus ini pertama saya kenal ketika sekolah dan kos di Jogja beberapa puluh tahun silam. Kala itu kebanyakan dijajakan dengan digoreng dengan ditemani lalapan dan sambal ala Jawa Timuran, nama menunya Pecel Lele.
Kala itu belum banyak yang suka mengkonsumsinya. Alasannya beragam untuk tidak mengkonsumsinya. Tapi sekarang Anda pasti kaget kalau demand di Jabotabek saja 100 ton/hari. Tapi para pemasok lele, termasuk Pak Nasrudin “kedodoran” memenuhi permintaan itu, Belum permintaan dari kota lain.
Liburan panjang minggu lalu, saya coba manfaatkan berjalan-jalan ke daerah Ciawi bersama keluarga sekaligus menyambangi seorang entrepreneur handal yang punya kontribusi besar di bidang pengembangbiakan ikan lele.
Namanya tidak sekedar harum di dalam negeri, beberapa akademisi di luar negeri pun tertarik untuk ngangsu kawruh (menimba ilmu) kepada beliau. Lele khas yang dikembangbiakkan dinamai “Lele Sangkuriang”. Siapa Beliau? Dialah “Letkol” Nasrudin (Letkol singkatan dari Lele Kolam), pengusaha sekaligus trainer yang memberikan advis secara “cuma-cuma” kepada para pengembang lele.
Ketika saya mengunjungi Beliau di kediamannya sekaligus markas pengembangan ikan lele Sangkuriang di desa Gadog, kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, terlihat banyak tamu dari mana-mana yang ingin belajar yang diterimanya di saung depan rumahnya yang dikelilingi kolam-kolam lele.
Seringkali diantara mengobrol tentang lele di saung itu, telpon genggamnya tidak berhenti berbunyi. “Sehari tidak kurang dari 200 telpon dari seluruh penjuru tanah air menelpon, rata-rata ingin berkonsultasi tentang pembiakan lele”, ungkapnya tanpa nada bermaksud membanggakan diri.
Wah, menjadi entrepreneur sukses dengan merekrut orang-orang desa sekitar di bidang pengembangbiakan lele, tetapi tetap menyempatkan diri untuk tetap berbagi ilmu merupakan sebuah kearifan seorang entrepreneur yang tidak lulus sekolah dasar ini, sebuah langkah yang perlu diapresiasi.
Dulunya, Bapak Nasrudin juga mengembangkan ikan-ikan lain, seperti ikan mas, gurame dan lain sebagainya. Tetapi setelah itu, Beliau fokus pada pengembangan ikan lele saja.
Biarlah orang lain saja yang mengembangkan ikan-ikan lainya. “Saya mau fokus jadi tukang lele saja, kita tidak boleh serakah”, ujarnya penuh kearifan.
Diantara kesibukan berbisnis lele sangkuriang yang grafik permintaanya selalu mendaki, di markasnya di desa Gadog itu, dia menyediakan waktu untuk mengisi “short course” selama tiga hari yang pesertanya beragam dari mantan pejabat, mahasiswa, orang yang ingin menekuni bisnis per-lele-an. Sudah mencapai beberapa angkatan pelatihan yang diselenggarakan.
“Insya Allah siap jadi sarjana lele”, kata Nasrudin yang juga Ketua Gabungan Kelompok (Gapok) Budidaya Ikan Lele Sangkuriang ”Cahaya Kita” untuk wilayah tengah Provinsi Jabar.
Melihat kekeuh-nya kefokusan Sang Maestro Lele ini, saya jadi ingat program OVOP (One Village One Product) yang dipopulerkan gubernur prefektur Oita-Jepang, Hiramatsu-san di tahun 1979 dan sukses dipraktekkan di kota Oyama, yang banyak diadopsi banyak negara.
Termasuk di Indonesia, yang digiatkan oleh pemerintah baru-baru ini, yang iklannya bermunculan di layar kaca.
Prinsipnya, ketimbang “berjualan” beragam, lebih baik tiap desa di prektur Oita kala itu diminta untuk memilih memfokuskan diri pada satu produk dimana di kemampuan terbaiknya bisa dijual. Sehingga setiap desa akan fokus di satu produk.
Dan, Pak Nasrudin yang sekolah formalnya tidak lulus sekolah dasar sudah mempraktekan filosofi bisnis itu dengan baik di bidang per-lele-an.
Saya melihat pola-pola pendekatan Pak Nasrudin dalam memekarkan bisnis pengembangbiakan lele secara sosiologis lebih mengena untuk diterapkan khususnya di kultur masyarakat pedesaan di Indonesia.
Yang menarik, dalam membudidayakan lele Sangkuriang ini, salah satu rahasia kelezatan lele Sangkuriang berkat pakanan yang terpilih. Tidak boleh sembarangan, asal diberi makanan.
Namun, makanan itu haruslah alami. Sudah menjadi pedoman Pak Nasrudin, mengenyahkan segala jenis bahan pengawet, zat kimia, baik di kolam maupun lele. Lele-nya di kolamnya tak ada yang disuntik.
Kolamnya pun tidak pernah dibersihkan dengan formalin. Dan sudah diteliti, Lele sangkuriang kaya mengandung Omega 3 yang dibutuhkan tubuh manusia.
Banyak bisnis yang menggiurkan tetapi terkadang “membahayakan” kalau dikonsumsi manusia. Tetapi, bisnis Lele sangkuriang yang dikembangkan Pak Nasrudin terbukti menyehatkan, jangka waktu panen juga pendek, dan satu lagi yang esensial dalam bisnis, masih banyak permintaan yang belum bisa terpenuhi karena tingginya permintaan yang njomplang dengan pembudidayanya. Tertarik menekuni bisnis budidaya lele Sangkuriang?
di mana sya bs dpt alamat dan no telp bpk Nasrudin
BalasHapustrima kasih