Jumat, 28 Oktober 2011

Sejarah Lele Sangkuriang

 Kecebong, anak kodok, muncul di kolam, membuat gembira karena dia mengira kecebong itu anak ikan . Kegembiraannya itu sirna dan dia tersipu malu ketika diberi tahu bahwa yang dikira anak ikan itu adalah kecebong. Kodok betina yang masuk ke kolam tanpa diketahui, bertelur dan menetas bersama dua indukan ikan betina dan seekor jantan.
Itu pengalaman pertama Nasrudin (61) sejak delapan tahun lalu saat belajar beternak .
Saung itu berdiri di tepi puluhan kolam ikan lele yang terbuat dari terpal dan tembok di lahan seluas 12.000 meter persegi di Kampung Sukabirus, Desa Gadog, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Nasrudin sudah tersohor berkat yang mulai dikembangbiakkan pada 2001. Dia mengawali usaha beternak lele dengan benih sekitar 100.000 yang diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi.
Lele sangkuriang ini merupakan perbaikan genetik melalui silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dan jantan generasi keenam (F6). Berkat ketekunannya, Nasrudin berhasil mengembangkan .
Dia kini sudah menjadi ”pendekar lele”, bukan saja mahir dalam membesarkan lele dengan jurus-jurus yang jitu, tetapi juga mampu mengobati lele yang diserang penyakit, seperti radang kulit, dengan obat herbal ramuannya sendiri. Obat ini diberikan cuma-cuma kepada yang memerlukan. Namanya pun sohor menjadi ”Nasrudin Lele” dari Desa Gadog. Bahkan, kalangan pembudidaya lele dan warga setempat menjuluki Nasrudin dengan sebutan Bapak Letkol—akronim dari Lele Kolam yang dipelesetkan menjadi Letkol—sehingga dia kemudian disebut ”Letkol” Nasrudin.
Petani lele sangkuriang dari Desa Gadog ini kini lebih jauh berangan-angan membantu pemerintah mengurangi angka pengangguran dengan memelihara lele. ”Budidaya lele tidak terlalu sulit, teknologinya juga mudah dan tiga bulan sudah bisa dipanen. Masyarakat kecil bisa membudidayakan lele di halaman rumahnya.
Dia tak segan-segan membagi pengetahuan memelihara lele secara benar kepada mereka yang ingin membudidayakan lele.
Sejumlah petugas penyuluh pertanian dan perikanan serta pakar perikanan pun mendukung kegiatan Nasrudin membudidayakan lele sangkuriang dan melakukan pelatihan. Dukungan ini membuat Nasrudin bersemangat dan bertambah yakin akan angan-angannya untuk menjadikan Desa Gadog sebagai sentra budidaya lele sangkuriang.
Bahkan, 7 September lalu, Nasrudin diangkat menjadi Ketua Gabungan Kelompok (Gapok) Sangkuriang ”Cahaya Kita” untuk wilayah tengah Provinsi Jabar dengan pusat aktivitas di wilayah Kabupaten/Kota Bogor.
1,5 juta benih

Nasrudin yang puluhan tahun sebagai petani padi dan kemudian beralih menjadi pembudidaya lele ini, bersama kelompok pembenih lele sangkuriang yang tergabung dalam Gapok Cahaya Kita, ingin memproduksi sekitar 1,5 juta benih lele sangkuriang setiap bulan untuk memasok anggota kelompok budidaya lele sangkuriang yang saat ini berjumlah sekitar 50 orang.
Dengan produksi benih sebanyak itu, kelompok budidaya/pembesar ikan lele sangkuriang diharapkan mampu memenuhi sebagian kebutuhan lele di wilayah Jakarta. Adapun kebutuhan lele di wilayah Jabotabek diperkirakan sekitar 75 ton sehari. Pemasoknya bukan saja berasal dari petani lele Jabar, tetapi juga dari Jawa Tengah. Kami peternak lele sangkuriang di daerah Gadog dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, baru mampu memproduksi sekitar 3 ton per hari dari kebutuhan sekitar 10 ton,” kata ”Letkol” Nasarudin. Lele sangkuriang dijual Rp 10.500-Rp 11.000 per kilogram.
Masa depan budidaya lele cukup cerah. Ikan lele saat ini sudah digemari oleh kalangan bawah sampai atas. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga sempat mempromosikannya dengan menikmati ikan lele di kampung lele Boyolali, Jateng, tahun 2007.
Andil pedagang tenda pecel lele di Jabotabek dan daerah lainnya cukup besar dalam meningkatkan produksi ikan lele. ”Sekarang lele juga dijual di restoran, bahkan sampai ke daerah Kalimantan Barat yang dulu tak suka ikan lele,” kata Muhamad Abduh Nur Hidayat, penasihat Gapok Cahaya Kita.
Lele sangkuriang yang dirilis sebagai varietas unggul oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri pada 2004 ini lebih cepat dipanen dibandingkan jenis ikan lainnya dan tahan penyakit. Ukurannya lebih besar dibandingkan lele jenis lain. ”Karena itu, tak heran kalau lele sangkuriang disukai konsumen,” kata ”Letkol” Nasrudin. ( Sumber : Kompas )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar