Kamis, 15 Desember 2011

Buleleng, Aplikasi Kolam Terpal Untuk Budidaya Lele

Sudah sejak lama buleleng dikenal sebagai sentranya budidaya tambak. Produksi budidaya tambaknya setiap tahun meningkat. Produksinya berada pada kisaran 1.000 ton namun tahukah bahwa sebenarnya potensi budidayanya tidak hanya budidaya air payau. 

Salah satunya adalah budidaya air tawar yakni budidaya kolam.
Budidaya air tawar tidak begitu berkembang karena banyak factor antara lain sulitnya pemasaran ikan air tawar. Ikan air tawar tidak begitu disenangi penduduk sekitar.

Konsumsi ikan tidak begiut tinggi dibandingkan dengan konsumsi daging. Selain itu, pakan yang terlalu mahal menyebabkan sulitnya menjual ikan hasil budidaya karena berakibat pada mahal harga ikan budidaya.
Potensi budidaya air tawar Buleleng terbuka sangat lebar. 

Potensi budidaya air tawar buleleng terdiri dari perairan umum dan budidaya di darat berupa kolam dan minapadi. Potensi perairan umum seluas 481,3 Ha yang terdiri dari 446 Ha perairan danau, 25 Ha perairan sungai, 10 Ha perairan waduk dan 0,30 Ha saluran irigasi. Saat ini terdapat danau yang sangat potensial untuk dikembangkan budidaya karamba jarring apung yaitu Danau Buyan yang terletak di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada.

Sementara potensi mina padi tercatat seluas 3.354,6 Ha pada sawah berpengairan teknis maupun setengah teknis namun pemanfaatannya baru mencapai 198 ha, sehingga pengembangan usaha ini masih sangat terbuka. Luas lahan potensial untuk usaha ikan di kolam juga masih sangat memungkinkan dan sampai dengan tahun 2010 telah dimanfaatkan seluas 53,3 Ha.

Propek pengembangan budidaya air tawar terutama kolam lebih diarahkan ke budidaya ikan lele. Pengembangan budidaya ikan lele ini lebih disebabkan karena kemudahan dalam membudidayakannya. Lele dapat dibudidayakan dengan memanfaatkan lahan yang tidak begitu luas seperti pekarangan rumah. Selain itu, benih lele mudah didapatkan dan mudah dibenihkan. Dalam membesarkannya pun ikan lele tidak begitu sulit. Bahkan lele dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi.

Budidaya ikan lele lebih digalakkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Buleleng, selain karena alasan di atas, juga karena keinginan untuk memproduksi ikan lele dengan jumlah besar untuk memenuhi target produksi ikan lele yang sangat besar bila melihat hasil produksi pada tahun-tahun sebelumnya. Padahal potensi yang dimiliki sangat besar namun produksi yang dihasilkan sangat kecil.

Keinginan untuk menggalakkan budidaya lele bukan tanpa kendala. Asumsi masyarakat yang melihat lele sebagai ikan yang kotor karena suka hidup digenangan air yang kotor dan juga masyarakat yang tidak suka mengkonsumsi ikan terutama ikan air tawar seperti lele. 

Selain itu, pakan ikan yang sangat mahal juga menjadi kendala lain para pembudidaya dalam membudidayakan ikan lele. Mahalnya pakan ikan ini menyebabkan harga ikan lele menjadi mahal sehingga ikan lele hasil budidaya kabupaten Buleleng tidak mampu bersaing dengan lele hasil budidaya provinsi lain yang memasok pecel lele di provinsi Bali.

Adanya kendala-kendala ini tidak membuat Dinas terkait patah arang untuk membuat Buleleng berhasil membudidayakan ikan lele bahkan hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Dinas Kelautan dan Perikanan Buleleng. Beberapa strategi disiapkan agar kesinabungan dan keberlanjutan budidaya ikan lele dapat berjalan dengan baik.

Untuk menghilangkan asumsi tentang ikan lele sebagai ikan kotor dilakukan sosialisasi dan penerangan kepada masyarakat bahwa lele kini telah menjadi komoditas budidaya yang telah budidayakan dengan bersih dan rapih. Saat ini, beberapa daerah di sentra-sentra budidaya telah melaksanakan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). 

Itu pula yang dilakukan Dinas dengan mengampanyekan budidaya yang baik dan ramah lingkungan. Dengan cara ini diharapkan masyarakat terbuka pikirannya bahwa lele kini telah menjadi komoditas konsumsi yang disenangi karena dagingnya yang enak dan gurih yang berasal dari budidaya yang baik.

Masyarakat Buleleng termasuk masyarakat yang rendah konsumsi ikannya. Masyarakat Buleleng lebih menyukai daging sebagai menu santapan dibandingkan dengan ikan. Apalagi ikan air tawar seperti lele. Ini tentu tantangan tersendiri yang harus di atasi agar Buleleng berhasil dalam membudidayakan ikan lele. 

Strategi yang dikedepankan adalah dengan membuat menu baru dalam setiap perayaan ataupun pertemuan-pertemuan dengan masyarakat. Salah satunya adalah dengan mengganti bahan dasar lawar yang selama ini berupa daging dengan ikan lele. Kerja bareng antara Dinas dan pembudidaya dengan membuat lawar lele untuk konsumsi setiap kali pertemuan diharapkan dapat meningkatkan kegemaran masyarakat dalam mengkonsumsi ikan lele.

Kendala lain yang dihadapi pembudidaya adalah mahalnya pakan ikan. Salah satu strategi yang bisa dicoba adalah dengan mencoba pakan buatan sendiri namun perlu disiapkan mesin pakan pellet. Mesin pellet tidak perlu besar tapi cukup berupa pakan pellet mini. Selain itu, dapat pula dengan mengkombinasikan dengan pakan alternative sehingga mahalnya pakan pellet dapat lebih dikurangi.

Benih adalah sumber daya utama dalam membudidayakan ikan lele. Unit pembenihan saat ini yang terdapat di Buleleng adalah Balai Benih milik pemerintah dan dari situ pulalah para pembudidaya lele mendapatkan benih ikannya. Untuk lebih mengembangkan budidaya lele secara lebih utuh maka perlu distimulasi pembentukan benih-benih lele namun hal ini tidak akan terwujud manakala budidaya lele untuk konsumsi tidak menunjukkan prospek yang baik.

Lahan yang dikembangkan di Buleleng ini adalah lahan-lahan pekarangan rumah ataupun berada di area kebun para penduduk. Oleh karenanya budidaya lele yang dikembangkan di Buleleng adalah Budidaya lele di kolam terpal yang dapat dimasukkan benih dengan kepadatan tinggi.

Alasan penggunaan kolam terpal yang dipilih oleh para pembudidaya air tawar ini antara lain, yaitu :
  • Tidak memerlukan lahan yang luas dan lebar seperti kolam pada umumnya
  • Lebih fleksibel, dimana penggunaannya dapat di integrasikan dengan kegiatan lain, seperti longyam, pertanian maupun perkebunan dan juga dapat ditempatkan disekitar rumah/pekarangan.
  • Dapat dibudidayakan ikan terutama lele dengan kepadatan tebar yang tinggi
  • Efesiensi pengunaan air, mengingat untuk budidaya lele sistim terpal kita hanya perlu mengisi air pada awal dan penambahan air dapat juga disesuaikan dengan kondisi, misalnya air dalam kolam terpal berkurang. Dengan demikian sebagai pembudidaya ikan lele tidak akan menjadi penyaing dalam pengambilan air irigasi.
  • Dapat dibuat dan ditempatkan pada kondisi lahan yang poros/sulit air irigasi
  • Tidak merusak lahan karena tidak perlu melakukan penggalian tanah seperti kolam tanah karena kolam terpal berada di atas tanah tanpa perlu melakukan pengolahan tanah
  • Air media budidaya tidak merembes keluar areal, sehingga akan mengirit penggunaan air bahkan air bekas pemeliharaan sebelumnya hamper setengah bagian dapat juga digunakan lagi untuk pemeliharaan selanjutnya.
  • Biaya pembuatannya lebih murah daripada membuat kolam beton/permanent atau semi permanent.
  • Jangka waktu ekonomis kolam terpal dapat mencapai 3 (tiga) tahun atau 4 kali siklus produksi.
  • Terhindar dari pemangsaan ikan liar.
  • Memudahkan pergantian air maupun panen. Selain itu untuk mempermudah penyesuaian ketinggian air sesuai dengan usia ikan.
  • Dapat dijadikan peluang usaha skala mikro dan makro.
  • Lele yang dihasilkan lebih berkualitas, lele terlihat tampak bersih, dan tidak berbau dibandingkan pemeliharaan di wadah lainnya.
  • Mudah cara merakit/membuat kolam sistim terpal.
  • Bahan-bahan yang digunakan para pembudidaya dalam membudidayakan ikan lele tidak sulit untuk diperoleh yaitu :
     
    1. Terpal, ukuran 4x3 meter (terpal jenis A3 lebih tebal), saat pemasangan sebaiknya ukuran terpal agak dilebihkan agar dapat dibentuk sesuai rangka/patok.
    2. Bambu, diperlukan bambu yang dibelah besar, dengan ukuran 2,2 meter sebanyak kurang lebih 10 belahan, dan ukuran 3,2 meter sebanyak kurang lebih 10 belahan.
    3. Tiang patok, diperlukan kayu yang nantinya bakal tumbuh agar bisa bertahan lama, seperti tanaman hanjuang atau apa saja yang kuat. Jangan menggunakan bambu karena masa pakainya terbatas.
    4. Paku, digunakan untuk memaku belahan bambu ke patoknya.
    5. Kawat, digunakan untuk mengikat terpal ke patok/bambu.
Produksi budidaya ikan lele kabupaten Buleleng pada tahun lalu hanya sebesar 30,8 ton pada tahun 2010. Semua produksi ikan lele ini, berasal dari budidaya di kolam. Dengan adanya program pengembangan budidaya ikan lele dengan pembentukan pembudidaya-pembudidaya baru dan pembukaan lahan-lahan baru diharapkan dapat meningkatkan produksi ikan lele Buleleng dan provinsi Bali dalam skala yang lebih luas. 

Program pengembangan budidaya ikan lele tampak berhasil dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Buleleng. Hal ini terlihat dari produksi budidaya ikan lele yang sampai dengan triwulan III mencapai kisaran 80 ton. Jauh lebih besar dibandingkan dengan produksi ikan lele pada tahun sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar